Immortal

…We’re a picture
In my mind
When I want to find you
I just close my eyes
You’ll never be that far from me … …

I Will Remember You , Ryan Cabrera-

7375_2889528855397_332640283_n

Sebait lagu itu mungkin satu ungkapan yang mewakili, yahh mewakili bahwa kalian adalah sahabat, teman, keluarga, yang mengarungi suka duka menjadi mahasiswa bersama kami.

Hari itu, mungkin aku tak terlalu sering membuka facebook, karena dikantor memang sedang ada presentasi evaluasi kegiatan riset (sederhananya mirip seperti sidang proposal). Ternyata lewat jejaring sosial itulah berita duka kembali menyelimuti alumni KPJ 2003. setelah kepergian Ardi beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan di daerah Jawa Tengah, sekarang kembali kami terpukul karena kepergian abadi sahabat kami Muhammad Irfan. dan lagi-lagi karena kecelakaan. Hari itu tanggal 7 Maret 2013…, maaf kang saya baru bisa nulis peristiwa ini diblog sekarang (maklum), dan maaf juga kang irfan saya tidak bisa menghadiri pemakaman. Semoga doa saya dari jauh bisa mengantarkan kang irfan damai disana…amieen.

Muhammad Irfan, lebih sering dipanggil anak-anak dengan sebutan kang. mungkin karena waktu semester awal, almarhum style rambut gondrong, kemeja rapi, dan berkumis memberi kesan “tua” dari umur yang sebenarnya. Dan sebutan kang sepertinya memang cocok untuk almarhum. Ahh…, kecelakaaan itu terjadi begitu cepat. Kabar dari teman-teman kapal yang ditumpanginya tenggelam…dan kemungkinan beliau tidak bisa berenang dan tanpa alat keamanan pelayaran. meskipun cuma naik kapal disungai yaaa…kalau tidak bisa berenang atau tidak safety procedure yaaa berbahaya juga, apalagi sungai di Kalimantan…wuiihhh..dalam dan lebarnya mirip Laut…

Sampai saat ini pun aku masih bisa membayangkan gesture kang irfan kalau dia bicara atau berjalan…Almarhum memang sudah meninggal, tetapi aku yakin dia ada dan akan terus ada di hati teman-teman, dengan kata lain dia immortal.

Selamat jalan Kang, semoga damai disisi Nya…,,,

Kematianmu mengingatkan kami bahwa kami juga akan mengalaminya kelak, mungkin esok, lusa, atau entah kapan….

 

Rindu dan Benci pada Kenangan itu

Begitu lama berkutat dengan dunia tulis menulis, bukan sekedar tulis menulis bebas, tapi punya esensi tanggung jawab dan ilmiah bukan hanya bikin kram badan karena terlalu lama duduk tapi juga kram otak….setiap kali lihat singkatan kata maka otak saya langsung nyambung itu adalah rumus…well done beibh!!

siang ini pun tak sengaja saya membuka page blog, dan entah kenapa tangan saya terus-dan terus mencari tulisan, even i dont know what i wanted to find…and i find something, jantung saya serasa berhenti berdetak, atau justru semakin cepat berdetak. ternyata saya memang melupakan kenangan itu, melupakan bukan lupa…dan saya mengingatnya lagi hari ini. diantara suasana ruangan kerja saya yang dingin, saat memandang jendela pun hujan turun dengan derasnya, suasana ini menyeret saya dalam buaian kenangan masa lalu itu. saya ragu memilah apa yang bergejolak dalam hati saya setelah membaca tulisan ini..its hurts or sweetness memories..

ketika saya berkata jujur, i always love you even you don’t know…and your love is the reason i survive..untill then i have to forget you..just let you go, and let me find another love story..

 

Ketika Tanda + Muncul

Semalam saya di sms adik sepupu saya di Ngawi yang umurnya memang gak begitu jauh dengan saya, hubungan kami memang dekat banget karena dulu memang dijogja kami sama-sama menimba ilmu dalam satu rumah ditempat orang tua saya. Smsnya cuma beberapa kata tapi langsung membangkitkan semangat saya untuk menelpon dia.

Ya, smsnya tentang kehamilannnya yang masih sangat muda umurnya, mungkin sekitar 2-4 mingguan. Sambil sesenggukan dia menjawab telpon saya…, tanpa saya bertanyapun saya tahu kalau dia sedang menangis. jadilah saya bertanya suaminya kemana, karena saat hamil saya dulu saya juga merasakan bahwa suami adalah orang yang paling diinginkan bisa mengurangi sedikit rasa tidak enak, mual, dan muntah saat hamil, meskipun itu cuma dengan dielus-elus, dipijat ataupun diajakin ngobrol tentang bayi. klise memang, tapi itu benar-benar obat ampuh untuk mengurangi segala keluh kesah. Namun kadang suamikan tidak bisa merasakan perubahan-perubahan dalam diri istrinya akibat dari hormon kehamilan. Dia bilang suaminya ada. Oke, pertanyaan pertama masih diselingi sesenggukan jawabannya, berarti masih sedih atau sengsara, entah apa yang dirasakan saya juga gak tanya, takutnya malah tambah nangisnya.

Setelah beberapa pertanyaan terlontar dari saya, akhirnya suasana hatinya cair juga. huuufffttt…memang ibu hamil itu susah-susah gampang. Malahan dia ketawa ngakak pas saya bilang rumah saya bocor pas hujan kemarin. Aneh kan!

Ya begitulah, sesi curhat dimulai. Tentang segala keluhan kehamilan dia yang tidak bisa makan kalau mencium bau masakan yang baru saja matang. well, saya tidak heran dengan kondisinya yang begitu. saya kemudian sembari melayangkan pikiran pada saat saya sendiri hamil. waktu itu memang nafsu makan turun drastis, tapi saya dulu paling gak suka bau masakan yang bumbunya ada bawang putihnya. pernah juga ada tukang bakso yang lewat depan rumah bisa bikin saya muntah semuntah-muntahnya. hebat banget ya tuh tukang bakso, padahal jarak jalan yang dilewati tukang bakso kerumah saya ada mungkin 100-200 meter, tapi indra penciuman saya ternyata menjadi sangat-sangat tajam. Mungkin sama yang dialami adik sepupu saya juga begitu. wajar kok!

Saya bilang hati-hati, jaga kondisi tubuh, dan cuma kita sendiri yang hamil yang tahu seberapa kemampuan kita untuk bekerja. Kalau bisa istirahat ya istirahat, mengingat umur kehamilan yang masih muda berarti masih rawan-rawannya. Dia bilang memang kerjaannya lagi banyak, karena sekarang adalah waktunya untuk kunjungan ke SD untuk memberi imunisasi. Ya, adik sepupu saya bidan. Saya mengira pastinya dia lebih menguasai  dong teori hamil-kehamilan-ibu hamil daripada saya. Ternyata memang hamil itu tidak bisa dirasakan hanya pada penguasaan teori, karena prakteknya lain sekali rasanya. Mungkin dulu dia bisa ngasih nasehat ke saya waktu kehamilan saya untuk banyak makan biar bayinya sehat, tidak boleh makan ini dan itu karena mengandung ini…..well, sekarang dia merasakan segala teori tidak bisa dipraktekkan dalam kehamilannya.

Sebenarnya, ibu yang hamil itu rasanya payah, payah, dan payah. itu juga sudah disebutkan dalam Kitab Allah “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula) …” (al-Ahqaf: 15)

Kehamilan akan terasa menyenangkan jika kita mau berserah diri kepada Allah, bahwasannya hanya DIA yang mampu meringankan beban ibu hamil, karena DIA lah yang telah menitipkan rizkiNya dalam bentuk anak. Jalani dan nikmati dengan ikhlas, sejujurnya nanti saat bayi dalam kandungan telah lahir, semua keluh kesah dan sakit akan menjadi senyum dan tawa bahagia. Sangat bahagia! Trust Me…

Gambar

A Morning Walk

Jogja, 16 September 2012

#Dea 4 Month#

Dea sukaa banget diajakin jalan-jalan muter komplek. Sukaa liat benda-benda bergerak, misalnya bendera yang berkibar-kibar, ayam-ayam yang lagi nyari makan, angsa-angsa tetangga, kolam yang penuh ikan Koi, dan juga Dea gemes banget kalau lihat daun-daun bisa bergerak dan bergoyang ketiup angin. Dia bakalan teriak-teriak seneng sambil ketawa dan ngoceh kalau ada daun yang menurut Dia (mungkin) aneh kok bisa bergerak-gerak sendiri..:). 1 kali muter komplek udah bikin ayah dan bundanya capek, capek jalan dan juga capek gendong Dea yang sekarang beratnya 5,3 kg…, tapi kalau gak digendong dan diajakin jalan-jalan Dea pasti nangis ngamuk, yaah…potensi dasar yang saya lihat dari Dea adalah anaknya cepat bosan….semoga besok-besok ayahbundanya dan yang ngasuh pinter-pinter bikin kreasi bermain dan belajar ya. 🙂

 

Kunjungan ke 4 Bulan

Dea…,,,tambah ngegemesin…udah bisa didudukkan dengan kepala tegak, jadi udah gak khawatir lagi pake dijagain lehernya kayak dulu….dan yang pasti udah bisa juga diajak bercanda

Apalagi kalau diajakin cilukbaa…langsung deh teriak-teriak sambil ketawa ngakak

Hobi banget buat guling-guling dikasur karena sudah bisa tengkurap dan balik terlentang sendiri, dan itu justru yang bikin orangtua disekitarnya deg-degan soalnya kalau guling-guling gak kira-kira. Kadang bentur pinggiran tempat tidur, kadang hampir kena tembok. Dan itulah kenapa sekarang bantal-bantal dirumah semua dikumpulin buat penghadang disisi tempat tidur dan tembok…..:)

Apalagi kalau pas tidur..sekarang udah gak mau lagi dikasih guling pinggirnya, karena Dea mau bebas muter-muter badannya dari 0 derajat sampai 180 derajat…kadang juga tidurnya sambil tengkurap, jadinya malah seperti orang sujud….”gak capek apa nak bobok posisi begitu?”…kalau dibetulin posisi tidurnya jadinya malah nangis, yaa..sudahlah biarin aja asal dia nyaman dan aman…soalnya kadang Dea juga lupa kalau hidungnya gak boleh ketutup sesuatu nanti gak bisa napas…tapi berhubung tidurnya gaya bebas gitu kemungkinan hidungnya disembunyiin diguling, bantal, atau malah kepalanya nyungsep kekasur sangat besar, jadi ya ayah bundanya yang mesti ngeliatin tiap Dea tidur. Kayak begini nih penampakannya….:)

Pernah sama ayahnya dilarang ngemut dan masukin jarinya ke mulut…Deanya malah jadi nangis senangis-nangisnya…ya akhirnya bundanya harus gendongin biar gak nangis lagi, sambil diajakin ngobrol…

Bunda : “cup sayang, ayah ya yang nakal ya?”

Dea : “hauuu..hauuu…hauuuu…”

Bunda : “iya, nanti ayah gak usah diajak jalan-jalan ya”

Dea : “hauuu..hauuuuww…hauuuwww…

Bunda : “Dea pengen maenan jari ya, sama ayah gak boleh ya?”

Dea : “haauuuu…hauuuu…ww”

Hahahahha…kocak banget ni anak, udah bisa merespon lawan bicaranya…kesannya Dea curhat sama bundanya kalau gak boleh masukin jarinya sama Ayah. Ayahnya aja yang denger ketawa ngakak ngeliat Dea jawab hauuu..hauuu..hauuu…setiap kali bundanya tanya.

Sekarang tiap habis mandi atau pas ngompol, ayah bundanya butuh effort yang lebih buat pakaiin celana ataupun bajunya, soalnya Dea guling-guling terus..baru setengah celananya masuk sampai dengkul, eh copot lagi karena Dea udah guling kesana kemari…

Mbak Dea tambah pinter terus tiap hari….hari ini ayah sama bunda pulang ke Bali buat kerja ngumpulin duit lagi buat beli tiket 2 minggu lagi untuk jengukin mbak Dea, jadi mbak Dea jangan rewel ya sama Uti sama Akung….:)

Aku Benci Menangis

Napasku terengah-engah, peluh mengalir membasahi rambutku yang terjuntai. Perlahan aku terisak, dan larut dalam kesedihan. Makin dalam kubenamkan wajahku pada bantal yang kusut, hingga airmata mulai mengalir deras dan membanjir.

“Sudahlah, hanya mimpi buruk, ucapkan istighfar” sembari memelukku dengan penuh hangat

Ya, hangat..rasa yang telah lama tak ku rasakan, setiap kali rasa ini ada seolah sedang bergulat dengan kepedihan dan rasa gamang didalam hatiku. Dan setiap kali pula rasa ini seperti sebuah magnet, yang menarik dekat setiap benda, setiap rasa, menjadi satu kumpulan yang membuncah dan sulit untuk ku ungkapkan.

“Aku ingat ibu, dan aku…aku…aku…rindu sekali rasanya” Ku jawab ucapannya dengan tergugu

“Iya, aku paham perasaanmu, relakan dan ikhlaskan, kalau memang rindu doakan beliau”

Aku justru menangis lebih keras, bukan karena ucapannya..tapi karena aku merasa tak mampu merelakan ibuku, aku tak bisa percaya bahwa ini nyata, kenapa harus aku, kenapa harus keluargaku, setiap pertanyaan apa dan mengapa memenuhi otakku, tapi aku sama sekali tak tahu jawabannya, dan hanya airmata yang mampu dikeluarkan tubuhku atas reaksi pertanyaan-pertanyaan yang terngiang dipikiranku itu.

Semakin dalam aku peluk tubuh kokoh itu, mencari kehangatan dan kedamaian disetiap lekuk tubuhnya, dan dia pun seolah tahu, ia rapatkan pelukannya, Tuhan, jikalau boleh aku ingin seperti ini setiap detik agar tak ada lagi pilu yang aku rasakan.

Hari itu, lupa tepatnya tanggal berapa. Sebenarnya bukan lupa, tapi mencoba untuk tidak mengingat tanggal, bukan untuk tidak perduli, hanya saja aku tak ingin menandai angka pada kalenderku hanya untuk mengingat kesedihan dalam kebahagiaanku. Yang jelas saat itu bulan Agustus tahun 2010, awal kisah hidupku dimulai.

Aku, satu-satunya anak perempuan dalam keluargaku. Bukan keluarga yang kaya, bisa dibilang kami hidup berkecukupan. Cukup untuk makan, cukup untuk hidup keseharian. Kakakku satu, laki-laki, adikku satu, laki-laki juga. Ibuku adalah seorang pedagang, huufff…bukan pedagang, hanya penjual kecil. Kenapa aku bilang bukan pedagang, karena pedagang biasanya punya kios mapan, punya modal besar, barang dagangannya melimpah dengan keuntungan yang besar setiap harinya. Tapi ibuku, hanya bermodalkan sepeda butut dengan keranjang kecil didepannya, biasanya keranjang itulah yang ia isi dengan berbagai macam hasil panen kami dari halaman rumah, atau terkadang bila sudah tidak punya uang untuk hidup, keranjang itu diisi dengan beras setengah dari jatah kami makan hari ini. Kadang-kadang pula ia membawa baju-baju bekas layak pakai milik kami untuk dijual. Setiap pagi ia kayuh sepeda itu ke pasar-pasar tradisional untuk menjual apa saja barang yang ada dalam keranjang sepedanya. Kalau sudah tak laku, ia hanya menukarkan barang jualannya dengan beras dan sembako yang kami butuhkan untuk makan. Boro-boro keuntungan, barang yang dijual laku saja kami sudah sangat bersyukur.

Bapakku, huuuff…seandainya saja aku sudah tidak punya hati dan tidak berbakti, mungkin aku tak akan mau memanggilnya bapak. Selama ini aku bertahan memanggilnya begitu, hanya karena ibu.

Aku tahu ibu mencintainya. Terkadang aku heran, kenapa ibu bisa hidup bersama sekian puluh tahun dengan lelaki yang tak pernah berusaha untuk membantu mencari nafkah, secara dia adalah kepala keluarga. Lelaki yang hanya bisa mengandalkan istrinya untuk mendapatkan uang. Padahal ia sehat. Mungkin aku tak akan berpikiran seperti itu jika ia cacat, atau gila. Atau memang dunia ini sudah gila karena slogan-slogan emansipasi wanita, makanya lelaki ini membiarkan istrinya banting tulang untuk menghidupi keluarga. Aku tahu, bahwa bapakku juga ikut andil dalam membesarkanku, entah melalui apa, karenanya aku masih menganggapnya sebagai orang tuaku. Sampai akhirnya aku tahu, dia bapakku bukan hanya milik ibuku, tetapi juga perempuan-perempuan jalang diluar sana. Terakhir yang aku tahu, istri-istri liar bapakku umurnya tidak lebih tua dari umurku. Gila!.

Hari berganti tanpa ada yang special, rutinitas kami sama. Hanya di hari itu mendung menggelayut, angin bertiup kencang membawa partikel-partikel kesedihan dalam sendi-sendi tubuhku. Betapa tidak, ibuku terbaring sakit, tanpa mampu bergerak. Yaah…vonis dokter ibuku menderita stroke. Beberapa bagian tubuhnya tidak lagi mampu berkoordinasi baik dengan otak. Tangan kanannya kaku dan katanya sakit jika disentuh. Semakin lama semakin buruk kondisinya. Dan semuanya itu berbanding lurus dengan gencarnya kabar berita yang didengar ibuku tentang kelakuan suaminya. Istri mudanya, ciihh…aku tak mau memanggilnya begitu, lebih tepat aku panggil perempuan gatel. Ya..perempuan gatel itu kabarnya hamil 7 bulan, bapakku lah ayah dari anak yang dikandungnya. Dan bapakku sudah jarang pulang, mungkin mengurusi perempuan gatel itu, atau bahkan dia malu bertemu dengan ibuku dan anak-anaknya. Malu? Aku rasa dia sudah tak punya malu, kalaupun punya kenapa bisa menghamili gadis yang umurnya sama dengan umurku. Tanpa ikatan pernikahan, tanpa persetujuan dari ibuku.

Tubuh ibu semakin melemah, kadang tak mau makan, tak mau minum obat. Pandangannya kosong seolah mencari keadilan. Kadang menangis sediri tanpa sebab. Sejak ibu sakit, otomatis kondisi ekonomi kami melemah. Untungnya kakakku punya penghasilan tetap dari showroom servis sepeda motor tempatnya bekerja. Adikku juga bekerja di kafe sebagai pelayan, dan aku sendiri juga pelayan disebuah restoran terkenal di Yogyakarta. Penghasilan kami memang tidak besar, ditambah lagi kami harus membiayai pengobatan ibu. Obat yang menjadi penyangga kesehatannya tidak cukup murah. Hanya dengan menelan obat itulah ibu masih kuat merasakan sakit ditubuhnya, sehingga tak ada pilihan lain kami harus tetap membelikan jika obat itu habis.

Umurku sudah 27 tahun, dan aku mengenal pria yang cukup pas dengan seleraku. Ia juga seorang pelayan dari restoran tempatku bekerja. Namanya Irwan, pria jawa dengan logat bahasanya yang khas. Hubungan kami tak cukup lama berlangsung, sampai kami memutuskan untuk melanjutkannya ke jenjang pernikahan. Hari itu Irwan melamarku dan telah ditetapkan tanggal pernikahan kami. Masih 2 bulan lagi, masih ada waktu untuk kami menabung dan mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan kami. Bukan menyombong, tapi memang pernikahan kami harus kami biayai sendiri, tidak mungkin mengandalkan orang tuaku. Ibuku sakit, bapakku tidak bertanggungjawab. Apalagi harapan kami, hanya dari uang gaji kami yang ditabung bersama untuk pernikahan nanti.

Waktu itu pertengahan Agustus. Sudah setahun ini aku dipindahkan ke Kota Semarang, tetap di restoran yang sama, karena ada cabang baru di Semarang maka aku dipindahkan kesana. Aku kost dideretan perumahan yang tidak jauh dari tempatku bekerja. Tempatnya lumayan rapi, bersih, dan cukup murah untuk budget dikantongku. Pagi itu, akupun masih meringkuk dalam selimut tebal.

Semalam aku dapat shift malam, jadi pagi ini aku mengantuk sekali dan berencana bangun nanti sekitar jam 10an. Namun semua buyar dengan deringan hp yang mendayu-dayu.

“Ahh….,siapa sih pagi-pagi gini” dengan malas aku beranjak dari tempat tidur untuk mengambil hp di meja kamar.

“Ya..halo”….

“Ida, Ibumu meninggal”

“Haaahh…Inalillahi wainailaihi rojiun…” tak terbendung lagi airmataku

“Aku segera pulang”..jawabku selanjutnya

Aku kehilangan akal sehatku, mataku sudah tak mau berhenti mengalirkan airmata. Sekilas puzzle-puzzle kenangan tentang ibuku silih berganti membayangi. Kelopak mataku terasa berat, napasku pun terasa sangat berat, seolah ada puluhan batu berat yang menghimpit. Tuhan, salah apa aku? Kenapa secepat ini?Kenapa harus ibuku?Kenapa…Kenapa…?semakin aku bertanya aku semakin rapuh. Bahkan aku seperti orang yang tak punya tulang, tak mampu berdiri…dengan gemetar tanganku mulai mencari-cari nomor hp Mas Irwan. Aku ingin dia mengantarku pulang.

“Halo..ada apa Da?”

“Mas, antarkan aku pulang ke Jogja” sahutkku sesenggukan, “ Ibu meninggal” lanjutku

“Inalillahi wa inailaihi rojiun.., oke, sebentar lagi aku jemput kamu, sabar ya jangan panik”

Telpon ditutup, aku tergugu lagi….apa sekarang yang harus ku lakukan, kenapa umur ibu tidak menunggu sampai kami menikah. Betapa ingin aku Beliau hadir menyaksikan hari bahagiaku yang hanya tinggal 2 bulan lagi.  Ku ambil bajuku secara acak, aku hanya ingin secepatnya sampai di jogja. Secepatnya melihat ibuku untuk terakhir kalinya.

Mas Irwan sampai 20 menit kemudian di kostku, tanpa banyak bicara aku segera membonceng dan memeluknya punggungnya dengan erat. Aku hanya ingin membagi kepedihanku yang terasa berat dengannya. Aku tahu dia mengelus punggung tanganku yang erat memeluk tubuhnya. Dan itu cukup membuatku sedikit tersenyum.

Perjalanan ke jogja tidak lama, mungkin satu setengah jam jika jalanan lancar. Seperti pagi itu, jalanan tampak lengang. Hanya beberapa motor lalu lalang. Pukul 9.00 wib kami sampai di rumah. Aku berlari, sebenarnya ada rasa takut, takut aku tak kuat melihat jenazah ibuku. Tersedu aku melihat kain kafan yang diselimutkan pada almarhumah. Terbaring ia tak berdaya, matanya tertutup rapat, seolah damai, tapi juga menyiratkan rasa sakit. Ku edarkan pandangan pada sekeliling ruangan, entah mencari apa, semuanya terlihat kabur. Ada bapak, ada kakakku, ada adikku, ada orang-orang yang tak ku kenal, semuanya diam, membisu dari kesedihan. Perlahan ku gapai tangan ibuku yang telah disedekapkan, tak kuat aku rasanya hingga aku menangis sejadi-jadinya.

Lalu Kakakku menghampiriku

“Pernikahanmu dilangsungkan sekarang saja Da” kata kakakku dengan suara sedikit tercekat

“Tapi…semuanya belum beres Mas” sahutku cepat

“Ibu pengen lihat kamu menikah…, Kami semua yang disini sudah berunding, pernikahanmu dilakukan sekarang sebelum beliau dimakamkan, aku mohon kamu gak keberatan, demi almarhumah”

“Iya Da, enggak perlu menyiapkan apa-apa, seadanya saja, yang penting beliau bisa menjadi saksi pernikahanmu meskipun dalam kondisi seperti ini” tambah bulik yang sedari tadi duduk didekat jenazah ibuku

Aku menangis lagi, rasanya semakin membanjir saja airmata ini…tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya jika harus menikah didepan jenazah ibuku. Ku palingkan pandangan ke Mas Irwan, dia tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Tuhan, apalagi yang kau rencanakan untukku.

Tanpa banyak persiapan semua orang yang melayat disitu berganti aktivitas untuk menyiapkan segala sesuatu untuk pernikahan dadakanku. Jangan pernah berfikir pernikahanku akan semegah pernikahan-pernikahan yang diurus oleh Weding Organizer, bahkan baju kebaya yang aku pakai adalah baju kebaya lama berwarna putih yang ku simpan mungkin lebih dari 3 tahun. Untungnya masih muat untuk badanku. Riasan wajah juga hanya sesederhana mungkin, hanya lipstik merah dioleskan agak tebal untuk menutupi bibirku yang hitam akibat sering terpapar sinar matahari, serta foundation dan bedak yang diratakan hingga wajahku tidak lagi terlihat pucat dan sembab karena kebanyakan menangis. Demikian juga dengan Mas Irwan, Ia tergopoh-gopoh pulang ke Muntilan karena orangtuanya tinggal disana. Secepat mungkin membawa mereka ke rumah duka untuk menyaksikan pernikahan anak lelakinya. Penghulu dipanggil, tetangga-tetangga diundang mendadak, para kerabat dan saudara membantu menyiapkan masakan untuk sekedar wujud syukur serta menghormati undangan yang hadir.

Tiba saatnya aku bersimpuh disamping Mas Irwan, ditengah antara aku dan dia ada bapak sebagai wali. Di depanku bapak penghulu yang sudah siap dengan berbagai kertas catatannya. Didekat meja ijab qabul itulah ibuku dibaringkan. Ku tahan airmata yang sudah hampir jatuh, ingat kalau aku menangis sekarang pasti riasanku jadi hancur, padahal acaranya belum dimulai. Aku tahu, aku mendengar setiap tamu undangan yang hadir dan duduk diruangan itu terisak melihat semua ini. Ku bangkitkan sendiri rasa gembiraku agar tidak larut dalam kesedihan. Ini pernikahanku, hari yang selalu aku tunggu.

Penghulu mulai membacakan doa-doa, mengajarkan cara-cara ijab qabul yang sah menurut agama kepada Mas Irwan, serta mengajarinya melafalkan ijab qabul nanti. Mas Irwan menjabat tangan bapak penghulu, mengucapkan bismilah diteruskan dengan kalimat ijab qabul dengan jelas dan lantang. Bapak penghulu menyatakan ijab qabul kami sah. Alhamdulillah. Barulah airmata yang sedari tadi ku tahan tak terbendunng lagi aku peluk bapakku, kakakku, dan adikku. Ingin rasanya ku peluk juga tubuh ibu yang sedari tadi terbaring diam mengikuti setiap jalannya ijab qabul. Tangis kami pecah, seluruh yang hadirpun demikian. Semoga engkau bahagia Bu, semoga engkau melihat anakmu hari ini memulai kehidupan rumah tangganya, semoga engkau tenang disisi-Nya. Selesai ijab qabul, maka jenazah ibuku diangkat dan dipanggul menuju makam untuk disemayamkan. Inilah saat terakhir aku melihat jasad ibuku. Perempuan tangguh yang mengabdikan hidupnya untuk keluarga dan anak-anaknya. Bekerja tanpa mengenal malu dan waktu. Sesosok ibu yang selalu membekas dihatiku, hingga aku ingin bisa sepertinya nanti dalam membina keluarga bersama Mas Irwan. Tanah basah itu akhirnya tertutup rapat, taburan bunga warna-warni menghiasi dan mengharumkan tempat itu. Aku dan Mas Irwan bersiap untuk meninggalkan makam, membiarkan ibuku terbaring dalam damai dialam sana, dan membiarkan para malaikat mulai mengerjakan tugasnya setelah langkah ketujuh kami meninggalkan tempat peristirahatan itu.

Seperti pagi itu, setelah mimpi semalam aku datang ke makam ibuku. Berdoa disana, mendoakannya. Serta memberitahunya kabar gembira seolah dia bisa mendengar. Ya, kabar gembira. Hari ini umur kehamilanku masuk 5 bulan. Anakku, cucu ibuku, akan segera lahir. Semoga ibu bisa melihat kebahagiaan kami dialam sana. Hidup memang seperti ini, ada yang mati lalu lahir yang baru, ada tangis yang kemudian berubah jadi tawa gembira. Ahh…kisahku akan segera berlanjut ketika anak dalam kandunganku ini lahir. Semoga akan menjadi keceriaan dalam hidup suram yang sempat kulalui.

 

*Terinspirasi dari kisah hidup teman masa kecilku, jangan pernah menangisi masa lalu karena aku yakin akan ada banyak tawa untukmu dimasa depan*

DEANDRA GAIA NAUREEN (PART I)

Kehamilanku sejak Agustus 2011, menurut perhitungan dokter HPL sekitar 27 Mei 2012. Awalnya seperti mimpi, itupun saya tahu hamil pas saat Dinas Luar ke Palembang mengikuti Seminar Nasional. Seperti pasangan suami-istri baru, saya kemana-mana memang selalu bawa testpack, yah paling tidak untuk berjaga-jaga jika saya ternyata hamil pas ada survei laut atau semacamnya. Memang waktu itu di sebelum berangkat ke Palembang, saya sudah merasakan ada yang berbeda dari sistem pencernaan dan metabolisme tubuh saya, seperti sering kembung, buang gas, dan yang pasti sering mengantuk luar biasa, tanpa bisa ditahan.

Tanda-tanda itu memang belum bisa menjadi patokan bahwa saya hamil, makanya saya pun tidak ambil pusing dengan kondisi tubuh saya, dan saya anggap wajar. Sebenarnya, masalah kehamilan ini sudah saya nantikan sejak awal pernikahan, apalagi melihat teman-teman seangkatan yang sudah menikah cepat sekali dapat momongan. dan saya pun iri. 4 bulan berlalu dari tanggal pernikahan, tapi kenapa saya belum diberikan kepercayaan untuk hamil. saya selalu berpikir positif….well, mungkin memang belum tepat waktunya.

Kembali ke Palembang, waktu itu subuh, sehabis sholat saya ke kamar mandi, yah iseng-iseng menggunakan testpack yang sudah saya bawa dari rumah. saya analogikan menggunakan testpack ini memang rasanya seperti dapat “door prize”, kalau tandanya positif “teriak kegirangan”, kalau tandanya negatif  artinya “anda belum beruntung, coba lagi lain waktu”. Tapi pagi ini lain, rasanya saya deg-degan menanti tanda apa yang akan muncul, serta terbersit perasaan percaya bahwa saya pasti hamil. Daaannn…..taraaaa….ada dua tanda strip merah muncul disana. Kaget.., setengah tak percaya, usep-usep mata berkali-kali ternyata memang tandanya positif. Subhanallah…saya benar-benar tidak percaya. Saya hamil.

Setelah tau tanda itu positif pasti orang mengira saya akan “teriak kegirangan”, well…sebenarnya tidak, justru saya jadi panik, takut, dan segala macam pertanyaan malah bikin kepala saya pusing mikirinnya. Saking tidak tahunya mau ngapain akhirnya saya memutuskan untuk menelpon suami.

ttuuuuuuuttttt…..tttuuuuuuuuuuutttt….ttttuuuuuuttt…(dalam hati : come on baby please pick up your phone)

Suami : “Assalamu’alaikum, ada apa ta?”

Istri : “Walaikumsalam, aku hamil ta”

Suami : “ohhhh…ya udah…” (suara datar)

Istri : “Jadi aku harus ngapain, what should i do? aku bingung harus ngapain setelah ini”

Suami : “aku juga gak tau, belum pernah hamil” (suara datar)

Istri : ???

Suami : “Minum susu aja yang banyak” (suara makin datar)

Istri : “???? Ya udah deh. bye….”

Suami : “ya”

Begitu telpon ditutup, ohhh God….,percakapan yang sama sekali tidak membantu….kayaknya memang harusnya telpon dokter Boyke deh bukan telpon suami!! (saya tidak dapat berpikir dengan sehat lagi….hahaha). Singkatnya, saya divonis hamil oleh dokter dan saya menjalani kehamilan dengan lumayan susah payah. 3 bulan pertama saya mual muntah, makanan apapun gak menarik selera makan saya, tiap sore saya cuma mau siomay. Menginjak 4 bulan mual muntah sudah berkurang, dan saya sudah bisa merasakan tendangan kaki si kecil dalam perut. Awalnya amazing banget tiap kali merasakannya. Makin besar perut saya, makin kuat juga tendangan bayi yang ada dalam rahim. Di Kehamilan 5 bulan, dokter mulai memprediksi jenis kelamin si baby. Dan ternyata we’ll have a baby girl..

Cerita tentang baby girl atau baby boy, sebenarnya awalnya kami yakin si baby dalam kandungan berjenis kelamin laki-laki. Berbekal keyakinan tanpa dasar itulah kami kemudian mencari-cari nama anak laki-laki. Ternyata memang cari nama anak sangatlah sulit. Yang saya maksud sulit disini adalah sulitnya proses meredam ego masing-masing, baik suami maupun saya untuk tidak memaksakan calon nama sesuai keinginan masing-masing. Well, ternyata menetapkan nama anak tidak semudah yang terbayangkan. Setelah mengalami proses filtering, debating, dan semedi satu hari satu malam (lebay!), akhirnya calon nama untuk baby boy sudah didapat, yaitu : “Agastya Bumi Prabaswara” yang artinya “Cahaya Pelindung Bumi”.

Kenyataan memang tidak seperti yang diharapkan, vonis dokter mengenai jenis kelamin bayi kami akhirnya membuat kami harus sekali lagi buka-buka buku, searching, debating, filtering, dan semedi. Karena kami sudah jatuh cinta dengan arti dari calon nama bayi laki-laki “Cahaya Pelindung Bumi”, maka nama calon bayi perempuan kami juga artinya hampir mirip dengan nama yang sudah ada.

13 Mei 2012 pukul 00.40 WIB, akhirnya anak saya lahir dengan proses operasi caesar. Ya, melalui operasi caesar karena KPD (Ketuban Pecah Dini) selama 14 jam tanpa ada kontraksi, tapi kehamilan saya sudah cukup bulan yaitu 38 minggu. Oleh dokter dianjurkan untuk proses kelahiran dengan jalan dipacu, tapi saya lebih memilih operasi. Bukan tidak mau melahirkan secara normal, tetapi pertimbangan ini lebih pada kondisi baby saya yang sudah lama sekali berkurang ketubannya, selain itu pula proses kelahiran dengan jalan dipacu juga akan berpengaruh pada kekuatan rahim, ada yang kuat rahimnya, ada pula yang tidak. Saya sudah letih menunggu setelah KPD hari sabtu pukul 3 pagi, kontraksi ada tapi lemah, saya letih menunggu tanpa kepastian kelahiran dan kesehatan anak saya didalam kandungan. Bisa saja didalam rahim, anak saya sudah megap-megap karena ketubannya tidak cukup.

Well, dibalik semua itulah saya memberanikan diri untuk memilih operasi. bukan pilihan yang baik memang, tapi tidak ada lagi yang bisa saya lakukan demi melahirkan anak saya dalam kondisi sehat. Saya lebih memilih untuk merasakan sakit daripada harus mengorbankan anak yang kami tunggu-tunggu. Operasi dimulai jam 12 malam hari sabtu, dan anak saya lahir Minggu dini hari.

Booster ASI

Beberapa hari ini, saya galau….

Karena produksi ASI turun drastis, mungkin karena udah gak pernah disusuin langsung ke baby Dea, secara baby Dea dan bundanya tinggal berjauhan, satu di Bali satu di Jogja…

even though, saya tetap gak pengen menyerah sekarang….,segala macem booster ASI dijabanin dari yang wajar kuliner sampai yang ekstrem kuliner..daun katuk, daun bayam, jagung manis, kacang ijo, semangka, sampai  jus pare-melon yang kata orang legendaris ..yang pasti buat jus pare memang “magic” rasa dan hasilnya…tapi lama2 kok ya bosen juga minum itu tiap hari, apalagi kalau pas sendawa rasanya pare gak ilang2 (i’ll do anything for you mylovely baby)

Tapi memang beberapa minggu ini, tingkat stress dan badan letih memang banyak banget pengaruhnya buat produksi asi. bayangkan dari yang biasanya bisa dapet 60 ml sekarang drop jadi cuma 5 ml. Terkadang saya berpikir, apakah saya memang kurang bersyukur ketika saya mendapatkan 60 ml, makanya sekarang tiap saya perah meskipun itu cuma dapet beberapa tetes, mulut saya mulai komat-kamit mengucapkan syukur air susu saya masih mengalir sampai sekarang, meskipun yaahh….seumprit…

Sebanding dengan niatan saya yang ingin tetep terus ngasih ASI meskipun gak ASIX, saya lagi mencoba sacred tea dan juga tape ketan daun katuk buatan sendiri..kita tunggu hasilnya…i hope its works!yang jelas pernah juga makan semangka setengah bulatan diembat sendiri, hasilnya lumayan siy nambah sedikit, yang banyak jadi ke toiletnya, beserr bo!

Nyamilin coco crunch ama minumin pocari sweat, ehh..lama2 malah suami saya yang makanin..hahaha….

banyak siy booster-booster asi yang bisa dicoba, karena itu tergantung juga pada masing-masing orang, grup kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, grup suplemen-suplemen pabrikan seperti molocco, asifit, suprafit,grup buah-buahan seperti semangka, melon, tomat. monggo dipilih mana yang paling cocok untuk anda, yang pasti jangan lupa minum air putih yang banyak.

cita-cita sementara ini gak pengen muluk2….cukup balik ke 60 ml lagi hasil perahannya, ato lebih juga gak apa-apa….gak kebayang gimana seneeengnya lihat hasil perahan naik drastis….semoga doa saya terkabul

Ada loh orang-orang yang meng-under estimate-kan ibu-ibu yang gak bisa ngasih ASI ke bayinya, meskipun sebenarnya ngasih ASI itu gak semudah seperti orang lihat, tinggal hap trus kenyot, ada faktor psikologis dan juga fisik sang ibu yang harus diperhatikan juga karena itu berpengaruh bangeet. apalagi slentingan-slentingan dari kanan kiri depan belakang wuiiihhh dah kayak lebah berdengung, asinya ginilah gitulah, ibunya harus ginilah gitulah….well, menurut saya pada dasarnya tidak ada ibu yang tidak pingin menyusui anaknya, itulah insting alami, terlepas dari hambatan-hambatan yang ada. saya pun mengalami hambatan itu, diawal rasanya ngedroop banget karena morfologi puting yang kurang memadai untuk latch on baby dengan sempurna. Saya coba terus, meskipun baby Dea nangis sampai teriak-teriak tiap kali sesi menyusui saking laparnya. Gak perlu waktu lama cukup 2 minggu kemudian baby Dea mulai pinter beradaptasi dengan morfologi PD bundanya. Dan itulah keberhasilan yang tak terlupakan buat saya.

Menurut saya juga, seandainya ada ibu-ibu menyusui disekitar anda, entah teman, sodara, kenalan, tetangga, atau siapa kek…sebaiknya jagalah perasaannya, buat senang, dan berikan motivasi…jangan malah nakut-nakutin (karena ada loh Dokter Spesialis Anak di klinik laktasi yang maen nakut-nakutin, jadinya malah si ibu nangis kejer)…balik lagi ke insting alami,,”setiap ibu dimanapun pasti ingin menyusui, melindungi, dan membesarkan anak-anaknya dengan kasih sayang” kalau perlu tiap ada penyakit yang nemplok ke anaknya dalam hati si ibu pasti bilang “biar ibu aja yang sakit nak”…..

well….berbahagialah setiap wanita yang menjadi ibu….:)