Aku Benci Menangis

Napasku terengah-engah, peluh mengalir membasahi rambutku yang terjuntai. Perlahan aku terisak, dan larut dalam kesedihan. Makin dalam kubenamkan wajahku pada bantal yang kusut, hingga airmata mulai mengalir deras dan membanjir.

“Sudahlah, hanya mimpi buruk, ucapkan istighfar” sembari memelukku dengan penuh hangat

Ya, hangat..rasa yang telah lama tak ku rasakan, setiap kali rasa ini ada seolah sedang bergulat dengan kepedihan dan rasa gamang didalam hatiku. Dan setiap kali pula rasa ini seperti sebuah magnet, yang menarik dekat setiap benda, setiap rasa, menjadi satu kumpulan yang membuncah dan sulit untuk ku ungkapkan.

“Aku ingat ibu, dan aku…aku…aku…rindu sekali rasanya” Ku jawab ucapannya dengan tergugu

“Iya, aku paham perasaanmu, relakan dan ikhlaskan, kalau memang rindu doakan beliau”

Aku justru menangis lebih keras, bukan karena ucapannya..tapi karena aku merasa tak mampu merelakan ibuku, aku tak bisa percaya bahwa ini nyata, kenapa harus aku, kenapa harus keluargaku, setiap pertanyaan apa dan mengapa memenuhi otakku, tapi aku sama sekali tak tahu jawabannya, dan hanya airmata yang mampu dikeluarkan tubuhku atas reaksi pertanyaan-pertanyaan yang terngiang dipikiranku itu.

Semakin dalam aku peluk tubuh kokoh itu, mencari kehangatan dan kedamaian disetiap lekuk tubuhnya, dan dia pun seolah tahu, ia rapatkan pelukannya, Tuhan, jikalau boleh aku ingin seperti ini setiap detik agar tak ada lagi pilu yang aku rasakan.

Hari itu, lupa tepatnya tanggal berapa. Sebenarnya bukan lupa, tapi mencoba untuk tidak mengingat tanggal, bukan untuk tidak perduli, hanya saja aku tak ingin menandai angka pada kalenderku hanya untuk mengingat kesedihan dalam kebahagiaanku. Yang jelas saat itu bulan Agustus tahun 2010, awal kisah hidupku dimulai.

Aku, satu-satunya anak perempuan dalam keluargaku. Bukan keluarga yang kaya, bisa dibilang kami hidup berkecukupan. Cukup untuk makan, cukup untuk hidup keseharian. Kakakku satu, laki-laki, adikku satu, laki-laki juga. Ibuku adalah seorang pedagang, huufff…bukan pedagang, hanya penjual kecil. Kenapa aku bilang bukan pedagang, karena pedagang biasanya punya kios mapan, punya modal besar, barang dagangannya melimpah dengan keuntungan yang besar setiap harinya. Tapi ibuku, hanya bermodalkan sepeda butut dengan keranjang kecil didepannya, biasanya keranjang itulah yang ia isi dengan berbagai macam hasil panen kami dari halaman rumah, atau terkadang bila sudah tidak punya uang untuk hidup, keranjang itu diisi dengan beras setengah dari jatah kami makan hari ini. Kadang-kadang pula ia membawa baju-baju bekas layak pakai milik kami untuk dijual. Setiap pagi ia kayuh sepeda itu ke pasar-pasar tradisional untuk menjual apa saja barang yang ada dalam keranjang sepedanya. Kalau sudah tak laku, ia hanya menukarkan barang jualannya dengan beras dan sembako yang kami butuhkan untuk makan. Boro-boro keuntungan, barang yang dijual laku saja kami sudah sangat bersyukur.

Bapakku, huuuff…seandainya saja aku sudah tidak punya hati dan tidak berbakti, mungkin aku tak akan mau memanggilnya bapak. Selama ini aku bertahan memanggilnya begitu, hanya karena ibu.

Aku tahu ibu mencintainya. Terkadang aku heran, kenapa ibu bisa hidup bersama sekian puluh tahun dengan lelaki yang tak pernah berusaha untuk membantu mencari nafkah, secara dia adalah kepala keluarga. Lelaki yang hanya bisa mengandalkan istrinya untuk mendapatkan uang. Padahal ia sehat. Mungkin aku tak akan berpikiran seperti itu jika ia cacat, atau gila. Atau memang dunia ini sudah gila karena slogan-slogan emansipasi wanita, makanya lelaki ini membiarkan istrinya banting tulang untuk menghidupi keluarga. Aku tahu, bahwa bapakku juga ikut andil dalam membesarkanku, entah melalui apa, karenanya aku masih menganggapnya sebagai orang tuaku. Sampai akhirnya aku tahu, dia bapakku bukan hanya milik ibuku, tetapi juga perempuan-perempuan jalang diluar sana. Terakhir yang aku tahu, istri-istri liar bapakku umurnya tidak lebih tua dari umurku. Gila!.

Hari berganti tanpa ada yang special, rutinitas kami sama. Hanya di hari itu mendung menggelayut, angin bertiup kencang membawa partikel-partikel kesedihan dalam sendi-sendi tubuhku. Betapa tidak, ibuku terbaring sakit, tanpa mampu bergerak. Yaah…vonis dokter ibuku menderita stroke. Beberapa bagian tubuhnya tidak lagi mampu berkoordinasi baik dengan otak. Tangan kanannya kaku dan katanya sakit jika disentuh. Semakin lama semakin buruk kondisinya. Dan semuanya itu berbanding lurus dengan gencarnya kabar berita yang didengar ibuku tentang kelakuan suaminya. Istri mudanya, ciihh…aku tak mau memanggilnya begitu, lebih tepat aku panggil perempuan gatel. Ya..perempuan gatel itu kabarnya hamil 7 bulan, bapakku lah ayah dari anak yang dikandungnya. Dan bapakku sudah jarang pulang, mungkin mengurusi perempuan gatel itu, atau bahkan dia malu bertemu dengan ibuku dan anak-anaknya. Malu? Aku rasa dia sudah tak punya malu, kalaupun punya kenapa bisa menghamili gadis yang umurnya sama dengan umurku. Tanpa ikatan pernikahan, tanpa persetujuan dari ibuku.

Tubuh ibu semakin melemah, kadang tak mau makan, tak mau minum obat. Pandangannya kosong seolah mencari keadilan. Kadang menangis sediri tanpa sebab. Sejak ibu sakit, otomatis kondisi ekonomi kami melemah. Untungnya kakakku punya penghasilan tetap dari showroom servis sepeda motor tempatnya bekerja. Adikku juga bekerja di kafe sebagai pelayan, dan aku sendiri juga pelayan disebuah restoran terkenal di Yogyakarta. Penghasilan kami memang tidak besar, ditambah lagi kami harus membiayai pengobatan ibu. Obat yang menjadi penyangga kesehatannya tidak cukup murah. Hanya dengan menelan obat itulah ibu masih kuat merasakan sakit ditubuhnya, sehingga tak ada pilihan lain kami harus tetap membelikan jika obat itu habis.

Umurku sudah 27 tahun, dan aku mengenal pria yang cukup pas dengan seleraku. Ia juga seorang pelayan dari restoran tempatku bekerja. Namanya Irwan, pria jawa dengan logat bahasanya yang khas. Hubungan kami tak cukup lama berlangsung, sampai kami memutuskan untuk melanjutkannya ke jenjang pernikahan. Hari itu Irwan melamarku dan telah ditetapkan tanggal pernikahan kami. Masih 2 bulan lagi, masih ada waktu untuk kami menabung dan mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan kami. Bukan menyombong, tapi memang pernikahan kami harus kami biayai sendiri, tidak mungkin mengandalkan orang tuaku. Ibuku sakit, bapakku tidak bertanggungjawab. Apalagi harapan kami, hanya dari uang gaji kami yang ditabung bersama untuk pernikahan nanti.

Waktu itu pertengahan Agustus. Sudah setahun ini aku dipindahkan ke Kota Semarang, tetap di restoran yang sama, karena ada cabang baru di Semarang maka aku dipindahkan kesana. Aku kost dideretan perumahan yang tidak jauh dari tempatku bekerja. Tempatnya lumayan rapi, bersih, dan cukup murah untuk budget dikantongku. Pagi itu, akupun masih meringkuk dalam selimut tebal.

Semalam aku dapat shift malam, jadi pagi ini aku mengantuk sekali dan berencana bangun nanti sekitar jam 10an. Namun semua buyar dengan deringan hp yang mendayu-dayu.

“Ahh….,siapa sih pagi-pagi gini” dengan malas aku beranjak dari tempat tidur untuk mengambil hp di meja kamar.

“Ya..halo”….

“Ida, Ibumu meninggal”

“Haaahh…Inalillahi wainailaihi rojiun…” tak terbendung lagi airmataku

“Aku segera pulang”..jawabku selanjutnya

Aku kehilangan akal sehatku, mataku sudah tak mau berhenti mengalirkan airmata. Sekilas puzzle-puzzle kenangan tentang ibuku silih berganti membayangi. Kelopak mataku terasa berat, napasku pun terasa sangat berat, seolah ada puluhan batu berat yang menghimpit. Tuhan, salah apa aku? Kenapa secepat ini?Kenapa harus ibuku?Kenapa…Kenapa…?semakin aku bertanya aku semakin rapuh. Bahkan aku seperti orang yang tak punya tulang, tak mampu berdiri…dengan gemetar tanganku mulai mencari-cari nomor hp Mas Irwan. Aku ingin dia mengantarku pulang.

“Halo..ada apa Da?”

“Mas, antarkan aku pulang ke Jogja” sahutkku sesenggukan, “ Ibu meninggal” lanjutku

“Inalillahi wa inailaihi rojiun.., oke, sebentar lagi aku jemput kamu, sabar ya jangan panik”

Telpon ditutup, aku tergugu lagi….apa sekarang yang harus ku lakukan, kenapa umur ibu tidak menunggu sampai kami menikah. Betapa ingin aku Beliau hadir menyaksikan hari bahagiaku yang hanya tinggal 2 bulan lagi.  Ku ambil bajuku secara acak, aku hanya ingin secepatnya sampai di jogja. Secepatnya melihat ibuku untuk terakhir kalinya.

Mas Irwan sampai 20 menit kemudian di kostku, tanpa banyak bicara aku segera membonceng dan memeluknya punggungnya dengan erat. Aku hanya ingin membagi kepedihanku yang terasa berat dengannya. Aku tahu dia mengelus punggung tanganku yang erat memeluk tubuhnya. Dan itu cukup membuatku sedikit tersenyum.

Perjalanan ke jogja tidak lama, mungkin satu setengah jam jika jalanan lancar. Seperti pagi itu, jalanan tampak lengang. Hanya beberapa motor lalu lalang. Pukul 9.00 wib kami sampai di rumah. Aku berlari, sebenarnya ada rasa takut, takut aku tak kuat melihat jenazah ibuku. Tersedu aku melihat kain kafan yang diselimutkan pada almarhumah. Terbaring ia tak berdaya, matanya tertutup rapat, seolah damai, tapi juga menyiratkan rasa sakit. Ku edarkan pandangan pada sekeliling ruangan, entah mencari apa, semuanya terlihat kabur. Ada bapak, ada kakakku, ada adikku, ada orang-orang yang tak ku kenal, semuanya diam, membisu dari kesedihan. Perlahan ku gapai tangan ibuku yang telah disedekapkan, tak kuat aku rasanya hingga aku menangis sejadi-jadinya.

Lalu Kakakku menghampiriku

“Pernikahanmu dilangsungkan sekarang saja Da” kata kakakku dengan suara sedikit tercekat

“Tapi…semuanya belum beres Mas” sahutku cepat

“Ibu pengen lihat kamu menikah…, Kami semua yang disini sudah berunding, pernikahanmu dilakukan sekarang sebelum beliau dimakamkan, aku mohon kamu gak keberatan, demi almarhumah”

“Iya Da, enggak perlu menyiapkan apa-apa, seadanya saja, yang penting beliau bisa menjadi saksi pernikahanmu meskipun dalam kondisi seperti ini” tambah bulik yang sedari tadi duduk didekat jenazah ibuku

Aku menangis lagi, rasanya semakin membanjir saja airmata ini…tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya jika harus menikah didepan jenazah ibuku. Ku palingkan pandangan ke Mas Irwan, dia tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Tuhan, apalagi yang kau rencanakan untukku.

Tanpa banyak persiapan semua orang yang melayat disitu berganti aktivitas untuk menyiapkan segala sesuatu untuk pernikahan dadakanku. Jangan pernah berfikir pernikahanku akan semegah pernikahan-pernikahan yang diurus oleh Weding Organizer, bahkan baju kebaya yang aku pakai adalah baju kebaya lama berwarna putih yang ku simpan mungkin lebih dari 3 tahun. Untungnya masih muat untuk badanku. Riasan wajah juga hanya sesederhana mungkin, hanya lipstik merah dioleskan agak tebal untuk menutupi bibirku yang hitam akibat sering terpapar sinar matahari, serta foundation dan bedak yang diratakan hingga wajahku tidak lagi terlihat pucat dan sembab karena kebanyakan menangis. Demikian juga dengan Mas Irwan, Ia tergopoh-gopoh pulang ke Muntilan karena orangtuanya tinggal disana. Secepat mungkin membawa mereka ke rumah duka untuk menyaksikan pernikahan anak lelakinya. Penghulu dipanggil, tetangga-tetangga diundang mendadak, para kerabat dan saudara membantu menyiapkan masakan untuk sekedar wujud syukur serta menghormati undangan yang hadir.

Tiba saatnya aku bersimpuh disamping Mas Irwan, ditengah antara aku dan dia ada bapak sebagai wali. Di depanku bapak penghulu yang sudah siap dengan berbagai kertas catatannya. Didekat meja ijab qabul itulah ibuku dibaringkan. Ku tahan airmata yang sudah hampir jatuh, ingat kalau aku menangis sekarang pasti riasanku jadi hancur, padahal acaranya belum dimulai. Aku tahu, aku mendengar setiap tamu undangan yang hadir dan duduk diruangan itu terisak melihat semua ini. Ku bangkitkan sendiri rasa gembiraku agar tidak larut dalam kesedihan. Ini pernikahanku, hari yang selalu aku tunggu.

Penghulu mulai membacakan doa-doa, mengajarkan cara-cara ijab qabul yang sah menurut agama kepada Mas Irwan, serta mengajarinya melafalkan ijab qabul nanti. Mas Irwan menjabat tangan bapak penghulu, mengucapkan bismilah diteruskan dengan kalimat ijab qabul dengan jelas dan lantang. Bapak penghulu menyatakan ijab qabul kami sah. Alhamdulillah. Barulah airmata yang sedari tadi ku tahan tak terbendunng lagi aku peluk bapakku, kakakku, dan adikku. Ingin rasanya ku peluk juga tubuh ibu yang sedari tadi terbaring diam mengikuti setiap jalannya ijab qabul. Tangis kami pecah, seluruh yang hadirpun demikian. Semoga engkau bahagia Bu, semoga engkau melihat anakmu hari ini memulai kehidupan rumah tangganya, semoga engkau tenang disisi-Nya. Selesai ijab qabul, maka jenazah ibuku diangkat dan dipanggul menuju makam untuk disemayamkan. Inilah saat terakhir aku melihat jasad ibuku. Perempuan tangguh yang mengabdikan hidupnya untuk keluarga dan anak-anaknya. Bekerja tanpa mengenal malu dan waktu. Sesosok ibu yang selalu membekas dihatiku, hingga aku ingin bisa sepertinya nanti dalam membina keluarga bersama Mas Irwan. Tanah basah itu akhirnya tertutup rapat, taburan bunga warna-warni menghiasi dan mengharumkan tempat itu. Aku dan Mas Irwan bersiap untuk meninggalkan makam, membiarkan ibuku terbaring dalam damai dialam sana, dan membiarkan para malaikat mulai mengerjakan tugasnya setelah langkah ketujuh kami meninggalkan tempat peristirahatan itu.

Seperti pagi itu, setelah mimpi semalam aku datang ke makam ibuku. Berdoa disana, mendoakannya. Serta memberitahunya kabar gembira seolah dia bisa mendengar. Ya, kabar gembira. Hari ini umur kehamilanku masuk 5 bulan. Anakku, cucu ibuku, akan segera lahir. Semoga ibu bisa melihat kebahagiaan kami dialam sana. Hidup memang seperti ini, ada yang mati lalu lahir yang baru, ada tangis yang kemudian berubah jadi tawa gembira. Ahh…kisahku akan segera berlanjut ketika anak dalam kandunganku ini lahir. Semoga akan menjadi keceriaan dalam hidup suram yang sempat kulalui.

 

*Terinspirasi dari kisah hidup teman masa kecilku, jangan pernah menangisi masa lalu karena aku yakin akan ada banyak tawa untukmu dimasa depan*

DEANDRA GAIA NAUREEN (PART I)

Kehamilanku sejak Agustus 2011, menurut perhitungan dokter HPL sekitar 27 Mei 2012. Awalnya seperti mimpi, itupun saya tahu hamil pas saat Dinas Luar ke Palembang mengikuti Seminar Nasional. Seperti pasangan suami-istri baru, saya kemana-mana memang selalu bawa testpack, yah paling tidak untuk berjaga-jaga jika saya ternyata hamil pas ada survei laut atau semacamnya. Memang waktu itu di sebelum berangkat ke Palembang, saya sudah merasakan ada yang berbeda dari sistem pencernaan dan metabolisme tubuh saya, seperti sering kembung, buang gas, dan yang pasti sering mengantuk luar biasa, tanpa bisa ditahan.

Tanda-tanda itu memang belum bisa menjadi patokan bahwa saya hamil, makanya saya pun tidak ambil pusing dengan kondisi tubuh saya, dan saya anggap wajar. Sebenarnya, masalah kehamilan ini sudah saya nantikan sejak awal pernikahan, apalagi melihat teman-teman seangkatan yang sudah menikah cepat sekali dapat momongan. dan saya pun iri. 4 bulan berlalu dari tanggal pernikahan, tapi kenapa saya belum diberikan kepercayaan untuk hamil. saya selalu berpikir positif….well, mungkin memang belum tepat waktunya.

Kembali ke Palembang, waktu itu subuh, sehabis sholat saya ke kamar mandi, yah iseng-iseng menggunakan testpack yang sudah saya bawa dari rumah. saya analogikan menggunakan testpack ini memang rasanya seperti dapat “door prize”, kalau tandanya positif “teriak kegirangan”, kalau tandanya negatif  artinya “anda belum beruntung, coba lagi lain waktu”. Tapi pagi ini lain, rasanya saya deg-degan menanti tanda apa yang akan muncul, serta terbersit perasaan percaya bahwa saya pasti hamil. Daaannn…..taraaaa….ada dua tanda strip merah muncul disana. Kaget.., setengah tak percaya, usep-usep mata berkali-kali ternyata memang tandanya positif. Subhanallah…saya benar-benar tidak percaya. Saya hamil.

Setelah tau tanda itu positif pasti orang mengira saya akan “teriak kegirangan”, well…sebenarnya tidak, justru saya jadi panik, takut, dan segala macam pertanyaan malah bikin kepala saya pusing mikirinnya. Saking tidak tahunya mau ngapain akhirnya saya memutuskan untuk menelpon suami.

ttuuuuuuuttttt…..tttuuuuuuuuuuutttt….ttttuuuuuuttt…(dalam hati : come on baby please pick up your phone)

Suami : “Assalamu’alaikum, ada apa ta?”

Istri : “Walaikumsalam, aku hamil ta”

Suami : “ohhhh…ya udah…” (suara datar)

Istri : “Jadi aku harus ngapain, what should i do? aku bingung harus ngapain setelah ini”

Suami : “aku juga gak tau, belum pernah hamil” (suara datar)

Istri : ???

Suami : “Minum susu aja yang banyak” (suara makin datar)

Istri : “???? Ya udah deh. bye….”

Suami : “ya”

Begitu telpon ditutup, ohhh God….,percakapan yang sama sekali tidak membantu….kayaknya memang harusnya telpon dokter Boyke deh bukan telpon suami!! (saya tidak dapat berpikir dengan sehat lagi….hahaha). Singkatnya, saya divonis hamil oleh dokter dan saya menjalani kehamilan dengan lumayan susah payah. 3 bulan pertama saya mual muntah, makanan apapun gak menarik selera makan saya, tiap sore saya cuma mau siomay. Menginjak 4 bulan mual muntah sudah berkurang, dan saya sudah bisa merasakan tendangan kaki si kecil dalam perut. Awalnya amazing banget tiap kali merasakannya. Makin besar perut saya, makin kuat juga tendangan bayi yang ada dalam rahim. Di Kehamilan 5 bulan, dokter mulai memprediksi jenis kelamin si baby. Dan ternyata we’ll have a baby girl..

Cerita tentang baby girl atau baby boy, sebenarnya awalnya kami yakin si baby dalam kandungan berjenis kelamin laki-laki. Berbekal keyakinan tanpa dasar itulah kami kemudian mencari-cari nama anak laki-laki. Ternyata memang cari nama anak sangatlah sulit. Yang saya maksud sulit disini adalah sulitnya proses meredam ego masing-masing, baik suami maupun saya untuk tidak memaksakan calon nama sesuai keinginan masing-masing. Well, ternyata menetapkan nama anak tidak semudah yang terbayangkan. Setelah mengalami proses filtering, debating, dan semedi satu hari satu malam (lebay!), akhirnya calon nama untuk baby boy sudah didapat, yaitu : “Agastya Bumi Prabaswara” yang artinya “Cahaya Pelindung Bumi”.

Kenyataan memang tidak seperti yang diharapkan, vonis dokter mengenai jenis kelamin bayi kami akhirnya membuat kami harus sekali lagi buka-buka buku, searching, debating, filtering, dan semedi. Karena kami sudah jatuh cinta dengan arti dari calon nama bayi laki-laki “Cahaya Pelindung Bumi”, maka nama calon bayi perempuan kami juga artinya hampir mirip dengan nama yang sudah ada.

13 Mei 2012 pukul 00.40 WIB, akhirnya anak saya lahir dengan proses operasi caesar. Ya, melalui operasi caesar karena KPD (Ketuban Pecah Dini) selama 14 jam tanpa ada kontraksi, tapi kehamilan saya sudah cukup bulan yaitu 38 minggu. Oleh dokter dianjurkan untuk proses kelahiran dengan jalan dipacu, tapi saya lebih memilih operasi. Bukan tidak mau melahirkan secara normal, tetapi pertimbangan ini lebih pada kondisi baby saya yang sudah lama sekali berkurang ketubannya, selain itu pula proses kelahiran dengan jalan dipacu juga akan berpengaruh pada kekuatan rahim, ada yang kuat rahimnya, ada pula yang tidak. Saya sudah letih menunggu setelah KPD hari sabtu pukul 3 pagi, kontraksi ada tapi lemah, saya letih menunggu tanpa kepastian kelahiran dan kesehatan anak saya didalam kandungan. Bisa saja didalam rahim, anak saya sudah megap-megap karena ketubannya tidak cukup.

Well, dibalik semua itulah saya memberanikan diri untuk memilih operasi. bukan pilihan yang baik memang, tapi tidak ada lagi yang bisa saya lakukan demi melahirkan anak saya dalam kondisi sehat. Saya lebih memilih untuk merasakan sakit daripada harus mengorbankan anak yang kami tunggu-tunggu. Operasi dimulai jam 12 malam hari sabtu, dan anak saya lahir Minggu dini hari.

Booster ASI

Beberapa hari ini, saya galau….

Karena produksi ASI turun drastis, mungkin karena udah gak pernah disusuin langsung ke baby Dea, secara baby Dea dan bundanya tinggal berjauhan, satu di Bali satu di Jogja…

even though, saya tetap gak pengen menyerah sekarang….,segala macem booster ASI dijabanin dari yang wajar kuliner sampai yang ekstrem kuliner..daun katuk, daun bayam, jagung manis, kacang ijo, semangka, sampai  jus pare-melon yang kata orang legendaris ..yang pasti buat jus pare memang “magic” rasa dan hasilnya…tapi lama2 kok ya bosen juga minum itu tiap hari, apalagi kalau pas sendawa rasanya pare gak ilang2 (i’ll do anything for you mylovely baby)

Tapi memang beberapa minggu ini, tingkat stress dan badan letih memang banyak banget pengaruhnya buat produksi asi. bayangkan dari yang biasanya bisa dapet 60 ml sekarang drop jadi cuma 5 ml. Terkadang saya berpikir, apakah saya memang kurang bersyukur ketika saya mendapatkan 60 ml, makanya sekarang tiap saya perah meskipun itu cuma dapet beberapa tetes, mulut saya mulai komat-kamit mengucapkan syukur air susu saya masih mengalir sampai sekarang, meskipun yaahh….seumprit…

Sebanding dengan niatan saya yang ingin tetep terus ngasih ASI meskipun gak ASIX, saya lagi mencoba sacred tea dan juga tape ketan daun katuk buatan sendiri..kita tunggu hasilnya…i hope its works!yang jelas pernah juga makan semangka setengah bulatan diembat sendiri, hasilnya lumayan siy nambah sedikit, yang banyak jadi ke toiletnya, beserr bo!

Nyamilin coco crunch ama minumin pocari sweat, ehh..lama2 malah suami saya yang makanin..hahaha….

banyak siy booster-booster asi yang bisa dicoba, karena itu tergantung juga pada masing-masing orang, grup kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, grup suplemen-suplemen pabrikan seperti molocco, asifit, suprafit,grup buah-buahan seperti semangka, melon, tomat. monggo dipilih mana yang paling cocok untuk anda, yang pasti jangan lupa minum air putih yang banyak.

cita-cita sementara ini gak pengen muluk2….cukup balik ke 60 ml lagi hasil perahannya, ato lebih juga gak apa-apa….gak kebayang gimana seneeengnya lihat hasil perahan naik drastis….semoga doa saya terkabul

Ada loh orang-orang yang meng-under estimate-kan ibu-ibu yang gak bisa ngasih ASI ke bayinya, meskipun sebenarnya ngasih ASI itu gak semudah seperti orang lihat, tinggal hap trus kenyot, ada faktor psikologis dan juga fisik sang ibu yang harus diperhatikan juga karena itu berpengaruh bangeet. apalagi slentingan-slentingan dari kanan kiri depan belakang wuiiihhh dah kayak lebah berdengung, asinya ginilah gitulah, ibunya harus ginilah gitulah….well, menurut saya pada dasarnya tidak ada ibu yang tidak pingin menyusui anaknya, itulah insting alami, terlepas dari hambatan-hambatan yang ada. saya pun mengalami hambatan itu, diawal rasanya ngedroop banget karena morfologi puting yang kurang memadai untuk latch on baby dengan sempurna. Saya coba terus, meskipun baby Dea nangis sampai teriak-teriak tiap kali sesi menyusui saking laparnya. Gak perlu waktu lama cukup 2 minggu kemudian baby Dea mulai pinter beradaptasi dengan morfologi PD bundanya. Dan itulah keberhasilan yang tak terlupakan buat saya.

Menurut saya juga, seandainya ada ibu-ibu menyusui disekitar anda, entah teman, sodara, kenalan, tetangga, atau siapa kek…sebaiknya jagalah perasaannya, buat senang, dan berikan motivasi…jangan malah nakut-nakutin (karena ada loh Dokter Spesialis Anak di klinik laktasi yang maen nakut-nakutin, jadinya malah si ibu nangis kejer)…balik lagi ke insting alami,,”setiap ibu dimanapun pasti ingin menyusui, melindungi, dan membesarkan anak-anaknya dengan kasih sayang” kalau perlu tiap ada penyakit yang nemplok ke anaknya dalam hati si ibu pasti bilang “biar ibu aja yang sakit nak”…..

well….berbahagialah setiap wanita yang menjadi ibu….:)

Arti Sebuah Nama : Gaia

Awalnya, banyak sekali orang yang bertanya tentang nama anak saya yang katanya jarang banget digunakan oleh orang lain. Apalagi dinama anak saya ada “Gaia”, dan tak jarang yang bertanya artinya apa sih?sama seperti nama robot superhero Ultraman Gaia?dan banyak pula yang salah menyebut atau mengucapkan Gaia menjadi Gaya….

Well, nama ini sebenarnya merujuk pada suatu planet yaitu “Bumi”, karena Bumi memiliki nama atau sebutan lain seperti Tellus, Chikyuu, Earth, Terra, Erda, Erde, Zeme, dan masih banyak lagi. Dalam Mitologi Yunani Gaia merujuk pada nama salah seorang Dewi Gaia, yaitu Dewi yang menjaga alam semesta dan memberi kemakmuran serta kehidupan. Gaia itu bermakna tanah atau Bumi.

GambarSketsa Dewi Gaia

Disebutkan dalam kisah, Dewi Gaia  yang merupakan fondasi dari dewa-dewa Olimpus. Terlepas dari cerita-cerita mitologi Yunani tersebut, nama Gaia saya ambil untuk nama tengah anak saya adalah untuk melengkapi arti dua nama di depan dan di belakangnya, yaitu Deandra = yang berasal dari Tuhan (belong to God), dan Naureen = Cahaya Penerang. Jika secara penggalan kata doa dalam nama “Gaia” adalah memberi kemakmuran, atau merupakan salah satu tempat berpijak dimana manusia dapat hidup. Jadi jangan salah lagi ya menyebut nama Gaia menjadi Gaya…karena artinya lain. Sedangkan untuk robot superhero Ultraman Gaia, memang kalau tidak salah robot superhero ini punya prinsip tujuan yaitu “aku hanya ingin menyelamatkan Bumi”, maka dari itulah nama Gaia ditambahkan pada versi Ultraman ini. Jadi ya memang mirip-mirip sih, ada bagusnya juga kalau nanti anak saya juga punya jiwa superhero yaitu menolong yang lemah dan membela kebenaran. 🙂

Intinya tidak ada nama yang dibuat dengan sia-sia. Disanalah terkandung doa dan harapan. Tergantung pada masing-masing individu apakah namanya nanti akan dikenang atau tidak. Seperti dalam ajaran islam, hakikat memberi nama adalah agar dikenal serta memuliakannya. 

 

Aku Ini Siapa

Ketika aku bertanya…

Akan seperti apa aku di masa depan

Maka aku tak tahu jawabannya

Ketika DIA menghempaskan tubuhku ke barat

Maka aku menjadi angin

Ketika DIA melemparkan tubuhku ke timur

Maka aku menjadi matahari

Ketika DIA menghujamkan tubuhku ke utara

Maka aku menjadi hujan

Ketika DIA menyeret tubuhku ke Selatan

Maka aku menjadi Bintang

Angin, Matahari, Hujan, dan Bintang

Betapa tak berdayanya aku…

Dan tak mampu menolak kuasa Mu atas diriku

Hari ini aku hidup, mungkin saja esok Kau ingin aku mati

Bahwasannya aku tak pernah tahu apa yang akan terjadi

Tapi aku yakin Engkau pasti tahu

Karenanya aku berlindung kepada Mu

Atas ketakberdayaanku pada ruang dan waktu

Pumping

Bicara tentang ASI, tak akan terlepas dari pumping (perah/pompa) bagi ibu-ibu (yang) sibuk bekerja…

awalnya saya juga kurang mengerti tentang manajemen ASI, apalagi ASI yang diperah, bagaimana perlakuannya, bagaimana mekanismenya….well, sampai suatu hari setelah melahirkan saya mengalami bengkak karena ASI penuh dan tidak dikeluarkan, karena bayi tidak room-in dengan bundanya…..akhirnya dengan susah payah juga itu ASI dipompa pakai pompa ASI manual yang harganya 17ribuan ….(emaaakkk, suakiiiit banget pake pompa ASI ini), tapi karena yang ada cuma ini ya wis lah dipakai aja dulu, yang penting mengurangi volume ASI yang diproduksi tubuh.

siang itu saya ke klinik laktasi sambil nyetor ASIP untuk Dea, dan disana saya langsung dipinjami breastpump yang ajiiiiib banget….namanya medela lactina electric plus…Ni benda amazing banget,,,,gak berasa dipompa, gak sakit, gak berisik….saya langsung jatuh hati dengan benda ajaib ini. Sembari mompa, dalam hati setelah ini saya mau beli nih pompa. Barangnya kayak gini nih ibu-ibu.

Gambar

sumpaahh, ni benda enak banget dipakai.Selidik punya selidik setelah searching, ternyata……ni benda harganya sama seperti beli motor baru, 14 juta bookk!! pupus sudah harapan pengen punya benda ini, kecuali nanti ada yang mau kasih uang 14 juta cuma-cuma. Tapi di kota-kota besar, pump ini disewakan terutama diklinik-klinik laktasi. Bagi ibu-ibu yang penasaran bagaimana ajaibnya benda ini, silahkan ke klinik laktasi untuk sewa, dan rasakan bedanya dengan breastpump yang harganya 17ribuan (hahaha..)

setelah pupus harapan dengan medela lactina electric plus…saya mulai browsing lagi dan sepertinya saya pingin banget nyoba medela swing…sepertinya recomended banget. dan lagi-lagi harganya memang lumayan mahal sekitar 1,5 juta.

Gambar

Nunggu gajian bulan depan lagi, dan harus nabung lebih banyak lagi biar bisa beli benda ini. Sekarang saya lagi melancarkan jurus-jurus rayuan untuk suami saya, biar diijinkan beli medela swing…hahahayy…kalau perlu bukan cuma ijin tapi plus dibayarin. siapa tau besok pagi, suami saya langsung ngasih hadiah yang didalamnya medela swing (khayalan tingkat dewa).

Terlepas dari banyaknya bentuk breastpump yang saat ini dijual dipasaran, sebenarnya perah menggunakan tangan adalah cara yang paling efektif dan murah meriah. Tergantung lebih nyaman yang mana, karena saat ini pun saya masih setia dengan menggunakan tangan.